Aku Tahu Sekarang ...
Aku tahu sekarang ... kenapa Tuhan menitipkan padaku sebuah kenangan sesaat tentang dirimu, padahal hanya sesaat. Kenangan itu, mungkin cuman sekedar proses "perkenalan" (kembali, karena seingatku, sebelumnya kita juga sudah pernah berkenalan secara "sambil lalu"), tetapi entah kenapa dia tak pernah bisa hilang dari ingatanku.
Waktu itu, aku hanya bertanya, mengulang namamu, seorang gadis manis adik kelasku,
"Raisya yo ..." ... lalu, kita bersalaman, di depan Ruang Guru. Hanya itu yang terjadi ... karena selebihnya hanyalah kecamuk perasaan dan pikiranku yang berkhayal terlalu jauh,
"seandainya dia adalah milikku ..."
Kamu percaya kan bahwa tak ada yang kebetulan?
Aku tahu sekarang ... kenapa Tuhan tidak menghapus kenangan sesaat itu. Takdir memang tidak menyatukan kita, tetapi takdir telah mempertemukan kita kembali setelah sekian lama. Tak ada yang kebetulan ... termasuk kenapa aku tak bisa melupakan kenangan itu. Dan ternyata, Tuhan memberikan satu lagi bagian terindah dalam "kenangan kita", kepadamu, yaitu saat kamu menerima surat dariku. Kenangan sepenting itu, entah kenapa, tak bisa kudapatkan. Tuhan seperti hendak membagi dua kenangan kita :) ... dan tentu juga tak kebetulan, bahwa kenangan itu berbeda.
Aku tahu sekarang ... untuk apa Tuhan menitipkan padaku kenangan itu.
Engkau mungkin tak percaya dengan ceritaku tentang kenangan manis (dalam definisiku) walau sesaat itu, dan tentu aku juga tak bisa memberi bukti apa-apa (sampai suatu saat nanti ada mesin pembaca pikiran dan kenangan :)). Tapi adalah fakta bahwa "perjumpaan" terakhir kita ini, diawali dengan sebuah sapaan dari "orang tak dikenal" (tanpa PP), dan langsung kutebak dengan benar kan siapa pengirimnya? ... Karena aku berharap bahwa itu benar-benar kamu ...
Engkau telah menghukumku, dengan seluruh ingatanmu
Engkau telah menghukumku, dengan seluruh ceritamu
Engkau telah menghukumku, dengan seluruh pengakuanmu
Dan aku benarbenar terlempar ja(t)uh ... dalam sesal.
Aku tahu sekarang ... Tuhan menitipkan kenangan itu, supaya aku siap, pada saat takdir keduaku dibacakan ... pada saat kita kemudian dipertemukan ... pada saat kenangan lain dipaparkan ... pada saat debar-debar jantung kita hampir tak bisa ditahan ... kita seperti langsung diingatkan, bahwa takdir menuntun kita ke jalan yang berbeda. Bahwa meskipun hampir, bahwa meskipun kita punya persamaan rasa (yang akhirnya kita sama-sama tahu di pertemuan kita kali ini), kita tak ditakdirkan untuk bersama.
Takdirku dan takdirmu
telah ditulis
meskipun hampir
tetap tak bertemu.
Takdirku dan takdirmu
telah dibacakan
meski se-rasa
tetap tak bersatu.
Takdir telah mempersiapkan kita, supaya engkau tetap mengenangku sebagai seorang kakak kelas yang sekedar iseng berkirim surat kepada adik kelasnya, dan kemudian tak peduli jawaban dia ... dan aku tetap mengenangmu sebagai sosok yang tak mungkin kuharap cintanya.
Biarlah rindu ini kita pendam
biarlah rasa ini kita redam
meski kadang menyesakkan
tapi takdir ... telah ditentukan.
Mari berbahagia dengan jalan takdir yang kita dapatkan.
Penggalan cerita ini, biarlah kita simpan di tempat yang aman, di dalam jiwa terdalam kita. Mari tersenyum setelah ini, karena ternyata, rindu kita di masa lalu, tak bertepuk sebelah tangan ...
Bukankah cinta tak harus memiliki ? :)
Ditulis oleh rizapn 02/03/2012 15:40 wib
berdasarkan kisah dari seseorang, demi mengenang rindu yang datang dari masa lalu